TIM FAKTA (FORUM ANTI GERAKAN PEMURTADAN)
Melayani Diskusi, Dialog dan Konsultasi Agama
Kontak Pengasuh: 081.8844.393; 0852.107.000.20; 0816.542.5227; 0815.833.8083
PO.Box. 1426 Jakarta13014.
E-mail: timfakta@yahoo.com, timfakta@gmail.com

Monday, December 27, 2010

Ar-Rahman Ar-Rahim dan Neraka

PEMBACA Sabili di Batam, mengirim pertanyaan pada Tim FAKTA melalui email. Pertama, kenapa di dalam al-Qur'an, Allah menggunakan kata Kami, bukankah Kami lebih dari satu? Kedua, kalau Allah mempunyai sifat Ar-Rahman dan Ar-Rahim kenapa ada neraka? Tim FAKTA memutuskan, menjawab di rubrik ini karena pertanyaan serupa sering diajukan oleh banyak kalangan termasuk umat Kristen.

Pertama, Dalam al-Qur'an terjemah Indonesia, jika "Kami" diawali huruf kapital, maka bermakna Allah, karena lazim memakai "nahnu," misalnya: "Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya," (Qs. al-Hijr: 9). Jika diawali dengan huruf non-kapital (kami)-kecuali di awal kalimat. Misalnya: "Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan," (Qs. al-Fatihah: 5).

Pemakaian kata ganti nahnu (Kami), bukan berarti jumlah Allah itu jamak (plural), karena Allah itu Ahad (Maha Esa, Al-Ikhlash 1). Dalam bahasa Arab, pemakaian kata ganti jamak untuk kata orang pertama tunggal (dhamir mutakattim mufrod) berarti penghormatan atau pengagungan (lit-ta'zhim). Kata ganti "Kami" dalam al-Qur'an tidak boleh diganti dengan bentuk tunggal, demikian pula sebaliknya.

Kaidah pemakaian kata ganti "kami" untuk orang pertama tunggal sebenarnya tak hanya berlaku dalam bahasa Arab saja. Dalam bahasa Indonesia, pemakaian kata "kami" sudah lazim digunakan untuk orang pertama tunggal. Dalam komunikasi sehari-hari, padahal yang dimaksud, "aku."

Pemakaian kata "kami" tersebut untuk memberikan penghormatan dan sopan-santun berbahasa. Maka, tidak benar tuduhan penginjil yang menyatakan jumlah Allah dalam Islam lebih dari satu. Tuduhan ini justru menunjukkan ketidak-pahaman mereka terhadap tata bahasa bahasa.

Pemakaian kata ganti jamak (Kami) untuk Allah dalam Al-Qur'an, memang berbeda dengan Alkitab. (Bibel). Dalam Bibel, kata ganti jamak (Kita) untuk Tuhan benar-benar diartikan jumlah Tuhan lebih dari satu (Trinitas). Misalnya, "Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi," (Kejadian 1:26). "God said, "Now we will make humans, and they will be like us. We will let them rule the fish, the birds, and all other living creatures," (Genesis 1:26). Kata "Kita" sebagai kata ganti Tuhan dalam Alkitab (Bibel) di atas tidak bisa tidak, berarti Tuhan berjumlah lebih dari satu.

Dr HL Senduk dari Gereja Bethel Indonesia (GBI), menjadikan kata ganti "Kita" dalam ayat tersebut sebagai penopang doktrin ketuhanan Trinitas bahwa Tuhan ada 3 oknum kolektif. Senduk menulis: "... Tentang pernyataan Allah Tritunggal itu, Allah menggunakan kata "Kita" (lebih dari satu) dalam Kejadian 1:26, 11:7 dan Yesaya 6:8" (Penginjil Yang Sukses, him. 69).

Ketuhanan kolektif dalam Bibel ini dikuatkan oleh ayat yang menyatakan bahwa Tuhan punya dewan musyarawah yang disebut 'Dewan Musyawarah Tuhan.' "Sebab siapakah yang hadir dalam Dewan Musyawarah Tuhan, sehingga ia memperhankan dan mendengar firman-Nya? Siapakah yang memperhatikan firman-Nya dan mendengamya?" (Yeremia 23:18).

Kedua, jika Allah mempunyai sifat Ar-Rahman dan Ar-Rahim, mengapa Tuhan mentiptakan neraka? Pertanyaan ini mempertentangkan sifat Allah SWT dengan perbuatan (af'al)-Nya. Dengan kata lain, pertanyaan ini berarti, jika Allah Maha Pengasih dan Penyayang, mengapa Allah membuat neraka yang menyiksa manusia di hari Akhir? Jika Allah Pengasih dan Penyayang, mengapa melakukan penyiksaan?

Psikologis di balik pertanyaan ini adalah munculnya anggapan bahwa Allah SWT tidak Maha Pengasih dan Penyayang karena tega menyiksa manusia di neraka. Jika Allah Maha Pengasih dan Penyayang, seharusnya mengampuni dan memasukkan semua orang ke dalam surga. Inilah logika rusak yang justru bertentangan dengan logika sehat.

Jika logika rusak ini diikuti, kemudian Allah tidak membuat neraka, lalu memasukkan semua manusia ke surga, tak peduli apakah orang itu shalih dan beriman ataukah kafir, musyrik, penjahat, pezina, pembunuh, dan perampok. Jika ini terjadi berarti Tuhan tidak adil karena menyamakan perbuatan baik dan jahat dengan ganjaran yang sama di surga. Bukankah tiap orang menginginkan keadilan? Orang baik diberi pahala, penjahat dibalas kejahatannya dengan hukuman setimpal.

Selain Maha Pengasih dan Penyayang, Allah juga Maha Adil-Bijaksana: "Tak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana," (Qs. Ali Imran:18). Karena Maha Adil, keputusan Allah pasti benar dan tepat. Sekecil apapun, setiap amalan kebaikan akan diganjar dengan pahala, dan sekecil apapun kejahatan juga dibalas dengan hukuman (Qs. Al-Zalzalah: 7-8).

Karenanya, Allah juga akan memasuk-kan orang kafir ke neraka dan orang shalih ke surga. "Sesungguhnya orang-orang yang kafir pada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka ..," (Qs. An-Nisa': 56). "Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shaleh, kelak akan Kami masukkan ke dalam Surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai..," (Qs. An-Nisa': 57).

Jadi, jika Allah memasukkan orang kafir ke neraka, justru karena Allah Maha Pengasih dan Penyayang. Dengan kasih sayang-Nya, Allah memberlakukan keadilan seadil-adilnya pada semua manusia, dengan membalas sesuai amal perbuatan masing-masing (Qs. Al-Qariah 6-9 dan Al-Anbiya 47).

Para penginjil tak perlu menggugat Al-Qur'an yang menciptakan neraka. Bukankah Yesus dalam Injil Matius 5:22 menyebutkan neraka yang menyala-nyala sebagai tempat orang kafir?

***

(Disadur dari majalah Sabili No. 11 TH XVII hal. 82-83)

No comments:

Post a Comment